Senin, 19 Oktober 2015

Perjalanan Menuju Pulau Dewa Yang Tak Terlupakan

Uluwatu  Rasyid, Ole, Arya
Sebenarnya ini adalah perjalanan gw tanggal 03-12 Oktober tahun 2013 kemarin yang bisa dibilang konyol dan nekat bersama 2 sohib gw dikampus, Aditya Amanda atau Ole dan Muhammad Rasyid atau Rasmuh yang sayang aja kalo kenangan manis saat berjalan bersama mereka cuma tersimpan dalam memori di otak dan foto-foto yang tersimpan dilaptop gw yang sudah usang ini. Dalam hati gw pun bertanya-tanya, kapan gw bisa merasakan berjalan bersama mereka lagi?? yang berjalan hanya bertiga seperti komedian jagoan kami yaitu Dono, Kasino, dan Indro. Kami tak mengenal betul rute perjalanan menuju Pulau Dewata Bali, buat kami saat itu yang terpenting adalah kami sudah mengantongi tiket kereta untuk pulang. Rindu?? Pasti gw rindu dengan kepolosan, kebodohan, ke konyolan dan gelak tawa disetiap langkah kami bertiga saat itu yang tak memperdulikan aktifias kampus yang pada saat itu sudah memasuki perkuliahan semester 5 ahaha.
Kami berangkat pada tanggal 3 oktober 2013 naik kereta Bengawan Solo menuju Stasiun Lempuyangan Jogja, yap kami memilih untuk singgah semalam di Jogja. Sesampainya di Jogja saat itu malam hari dan kami pun menuju pusat keramaian yaitu di jln. Malioboro untuk mencicipi kopi jos, jangan ditanya lagi memang kami ini adalah kopi addict terutama untuk kopi ireng *ngopi terus booss*. Setelah perut kenyang dan puas dengan kopi kami kembali menuju stasiun Lempuyangan untuk istirahat eh maen kartu deng ampe pagi didalam stasiun yang pada waktu itu memang masih diperbolehkan.
Singgah di Jogja
Sekitar jam 07.00 kami melanjutkan perjalanan dengan menyambung kereta Sri Tanjung menuju stasiun Banyuwangi Baru, yaitu menjadi tempat pemberhentian stasiun paling ujung di Pulau Jawa. Selama perjalanan kami pun tertidur pulas karna semalem abis begadang, dan siyalnya disini kami lengah karna hp jagoan Rasyid yang lagi di cas hilang sewaktu kami terbangun di Stasiun Surabaya. “ah elu cit coba cari lagi jatoh kali!!” kata gw, tapi dengan santainya dia pun nyari sambil nyanyi-nyayi!! bocahnya emang so selaaaaw gw gedeeeeg hhmmm. Ah sudahlah akhirnya kami pun putus asa untuk mencarinya, dari situ kami harus semakin waspada dan berhati-hati jangan sampe legah lagi.
Setelah sampai di Stasiun Banyuwangi Baru kami pun bingung untuk menuju kemana lagi mau lanjut jalan kaki, naik ojek atau nyambung angkot, karna jujur waktu itu kami memang tidak mengenal atau tak berbekal pengetahuan tentang jalur menuju Bali inilah kenapa gw bilang konyol dan nekat. Saat dilanda kebingungan tiba-tiba Ole pun bertanya kepada seorang cewe yang pada saat itu berjalan melewati kami, yap doi seorang mahasiswi Universitas di kota  Jember yang bernama Farida dan akhirnnya kami pun berjalan bersama menuju Pelabuhan Ketapang untuk menyebrang ke Pelabuhan Gili Manuk. Ternyata Farida ini sebenarnnya asli orang Bali tapi doi kuliah di Jember dan sekarang mau mengunjungi cowoknya di Bali, cinta memang gilak ah sudahlah yang kami pikirkan saat itu adalah beruntung ni kita ketemu sama salah satu nyang punya pulau ehehe. Didalam kapal kami pun banyak bercerita dan bertanya tentang bagaimana caranya berwisata di Pulau Dewata ini, setelah turun dari kapal kami naik bus menuju terminal Ubung dan nyambung angkot lagi menuju Kuta tepatnya di jln. Poppieslane 2 untuk mencari penginapan. Oh ya kami berpisah dengan Farida ini di terminal Mengwi, dia turun untuk lanjut angkutan lain.
Sesampainya di jln. Poppieslane 2 kami pun bingung kembali harus mencari penginapan dimana karna saat itu kami sampai sekitar jam 05.00 dan para pejaga penginapan pun rata-rata masih tertidur. Kami pun istirahat dulu dipinggir pantai Kuta yang terkenal seantero jagad ini duduk termenung tak tahu harus menginap dimana, tak lama kami keluar pantai dan duduk dipinggir jalan kami pun disapa oleh tukang ojek yaitu Edi namanya dia berasal dari Bandung yang merantau di Bali. Lalu diantarnya kami ke penginapan  yang terjangkau atau sesuai oleh kantong kami, yap Bali Manik lah yang menjadi pilihan tempat kami untuk menginap dengan 150.000/malam untuk kami bertiga. Di hari pertama kami di Bali ini kami habiskan untuk banyak beristirahat dan santai-santai waktu sore di pinggir pantai Kuta. ( 081337918263 Bli Dewo penjaga homestay Bali Manik Jalan Poppieslane 2).
Subuh di Pantai Kuta
Homestay Bali Manik
Suasana Pantai Kuta
Sunset Pantai Kuta Rasyid
Hard Rock Cafe Rasyid dan Ole
Di hari kedua kami mulai menyewa 2 motor, 1 motor per harinya yaitu seharga 50.000, kami berangkat menuju Tanah Lot dengan bermodalkan bertanya dahulu ke Bli Dewo ini.
Kami di Tanah Lot
Di hari ketiga kami menuju Uluwatu, Pantai Padang-Padang si Cantik Tersembunyi,  Garuda Wisnu Kencana, dan menikmati senja di Pantai Dreamland.
Menuju Pura Uluwatu 
Awas Jatoh Baaaang
Narsis Dulu Arya Faizal
Oouuww So Sweet ahaha
Pantai Padang-Padang
Sumur (susu bejemur)
Rasyid di GWK
Kelakuan Rasyid dan Ole
Sunset Pantai Dreamland
Sunset Pantai Deramland
Mereka Bermain Membelakangi Sang Surya
Di hari keempat ini sebenarnya kami bingung mau kemana karna memang kami dari awal tidak mempunyai persiapan atau pengetahuan tentang objek-objek wisata di Pulau Dewata ini. Dan akirnya kami pun memutuskan untuk pergi ke Ubud, lalu pulangnya mencari jalan untuk ke pasar Sukawati dan Joger untuk membeli oleh-oleh.
Ubud
Menuju Musium Kerajaan Ubud
Di hari kelima ini kami pun pergi menuju Pantai Sanur untuk menikmati Sunrise, setelah selesai menikmati semburan mentari pagi yang menghangatkan tubuh, kami pun langsung menuju Pasar Sukawati yang konon katanya kalo belanja saat pagi bisa ditawar dengan harga miring.
Sunrise Pantai Sanur
Pasar Sukawati Rasyid
Siang di Pantai Kuta hm Gemesh
Sunset Terakhir Di Pantai Kuta

Di hari ke enam kami pun dengan berat hati meninggalkan Pulau Dewata yang kini menjadi cerita dan kenangan kami bertiga saat tua nanti, belum puas?? Iya pasti kami belum puas, kami janji akan kembali lagi tahun depan dengan mengajak teman-teman kami yang lain.
Bangun Bang Kita Pulang Baaang

 Menyambangi Tugu Tempat Bom Bali 1
Sunset DI Selat Bali Saat Menyebrang Giilmanuk-Ketapang

Kami Janji Akan  Kembali  Lagi Dan Akan Menceritakan Keindahan
Pulau Dewata Ini Kepada Teman-Teman Kami

Mengejar Sunrise Di Danau Kelimutu

Danau Kelimutu Dengan 3 Warnanya Yang Magis
Uang Zaman Baheula
Kamis-Jumat, 20- 21 Agustus
            Perjalanan dari Denge - Ruteng - Borong - Aimere - Bajawa - Ende – Desa Moni – Danau Kelimutu menghabiskan sekitar 14 jam ah gokiiiil dan jangan harap jalurnya mulus lurus terus kayak jalur pantura, enggak men ini jalurnya berkelok-kelok kayak jalur selatannya Jawa Barat mantep gak tuh mane gelap gak ada lampu penerangan dijalan terus jalannya yang rawan longsor, ah sudahlah yang bisa gw lakuin saat itu hanya berdoa, ngerokok, terus tidur ehehe. Jam 06.00 akhirnya kami sampai gerbang Taman Nasional Kellimutu, setelah membayar karcis masuk kami pun langsung tantjap gas karna udah kesiangan ini baaaang. Diiringin lantunan lagu dari Ivan Nestorman kami sangat bersemangat menyayikan nya bersama-sama, “akan ku daki gunungmu uoo.. kelimutu, ingin kulihat wadah tuhan, meramu warna warna Magic, warna-warna magis uoo.. KELIMUTU uoo.. KELIMUTU. Cerita Rakyat Danau Kelimutu
Harga Tiket Masuk
Puncak Kelimutu
Tugu Bung Karno Dablang, Bang Iren, Mas apid
Dablang diantara Tiwu Ata Mbupu dan Tiwu Nuwa Muri Ko'ofai
Tiwu Ata Polo
            Tak henti-hentinya mulut kami mengucap syukur bisa sampai disini setelah melakukan perjalanan yang panjang, kami pun bergegas langsung treking menuju puncak gunung sekitar 20 menit. Ada monumen bung Karno dipuncak Kelimutu, dulu saat diasingkan di Ende konon katanya bung Karno pernah datang menjelang adzan subuh lalu beliau pun menunaikan shalat subuh di puncak yang kini dibangun menjadi tugu monumen. Gw pun duduk di pinggir danau menghadap ke timur menikmati hangatnya semburan sinar mentari langsung dari puncak Kelimutu, hanya terdiam tak melakukan apa-apa sejenak, tak berbicara hanya memberikan senyum yang lebar kepada sang mentari dan tak lupa mengucap syukur dalam hati, aah sungguh nikmat pagi ku ini!!
Sunrise di Kelimutu
Si Hari Melompat Kegirangan
Terdiam Menikmati Sinar Mentari 
            Setelah puas menikmati Danau Kelimutu sekitar jam 08.45wita kami pun melanjutkan perjalanan pulang untuk kembali ke Labuan Bajo, karna semalaman diperjalanan gw kebanyakan tidur *ya lagi juga gelap apa yang mau diliat* ternyata jalur flores sungguh indah dari naek turun bukit lalu kami berjalan dipesisir pantai dan akhirnya balik lagi menaiki bukit. Terhenti sejenak sekitar 1 jam saat ada jalan yang sedang diperlebar yang sedang dikerjakan oleh mobil berat saat itu. 
Siap Berangkat
Sekitar jam 18.00wita kami tiba di Bajawa berhenti sejenak untuk istirahat dengan menenggak air perdamaian *ehehe becanda, gw gak minum cuman nyium dikit doang* sopi adalah arak yang terbuat dari buah lontar yang dari dulu telah menjadi minuman khas Flores yang diminum sekedar untuk mendamaikan suasana. Kami pun melanjutkan perjalanan yang masih sangat panjang ini karna 2 supir ini kelelahan kami pun memutuskan untuk beristirahat dipinggir jalan, yang akhirnya kami sampai di Labuan bajo sekitar jam 06.00 wita lalu kami pun menumpang istirahat di kapal millik mas Supardin yang baik hati ini, sungguh mulia hati mu mas bingung harus berterimakasih dengan cara apalagi kami selain mendoakan semoga engkau selalu diberi perlindungan dan diberi kesehatan oleh allah swt, amin. Setelah membeli tiket bus tujuan Labuan Bajo-Denpasar Rp.450.000 kami pun langsung menaiki kapal yang diantar langsung oleh mas Supardin dan Riki Kardus, “akan gw ceritakan dan gw tuangkan ke dalam tulisan tentang perjalanan kali ini secepatnya, karna dalam perjalanan kali ini gw dapat banyak teman baru, pengalaman baru, masukan serta saran-saran dari berbagai orang yang gw jumpai. Dan gw akan menceritakan kepada teman-teman di Jakarta bahwa Flores memang pantas untuk disebut sebagai salah satu surganya timur Indonesia!!”. 

Minggu, 18 Oktober 2015

Menuju Kampung Waerebo Dari Labuan Bajo

Kampung Waerebo Yang Hangat Akan Sambutan Dan Kebersamaannya
Kampung Waerebo
Selasa, 18 Agustus
            Kami menyewa mobil avanza mas Apid pemuda asal Ruteng yang sebelumnya telah kami hubungi dan kemudian kami berangkat dari Labuan Bajo jam 04.00wita menuju Desa Denge, ya Desa Denge adalah desa terakhir yang akan kami lalui sebelum berjalan atau trecking menuju kampung Waerebo. Semua wisatawan yang  ingin berkunjung menuju ke Waerebo haruslah singgah didesa ini dulu tepatnya di Homestay Pak Blasius Monta. Sekitar 7 jam perjalanan menuju Denge ini dari Labuan Bajo, jalannya berkelok-kelok kayak jalur selatan Jawa Barat. Pemandangnya sangat lah indah jalan semakin menanjak dan udara pun semakin dingin nan  segar, gak lama gw pun ketiduran. Oh ya dalam 1 mobil ini kami tumpuk 8 malah 9 sama driver mas Apid, posisi tempat duduk yaitu depan 2 tengah 4 belakang 3, Yap ditengah 4 termasuk gw sedih gak tuh?? Posisi duduk kami waktu itu dengkul hampir ketemu jidat, sikut ketemu sikut untung gak bibir ketemu bibir ehehe. Tapi mau gimana lagi sebenernya kalo 8 orang kita diharuskan menyewa mobil elf bukan mini bus gini yang sebenernya kapasitasnya hanya 6-7 orang, lataran kondisi muka kami yang pas-pasan eh kantong kami yang pas-pasan maksudnya yasudah kami nikmatin lah perjalanan ini, namanya juga lika-liku perjalanan ya kalo mau nyaman dan asik silahkan jalan-jalan sama keluarga masing-masing aja sana ahaha.
Pertigaan Pela (Otokol Ruteng-Dintor)
Sekitar jam 11.00 wita kami sampai di Denge Homestay Pak Blasius Monta, keluar mobil langsung bretekin badan aduuuh pinggang berasa mau copooot. Kami pun numpang istrahat sebentar untuk sekedar membersihkan badan dan memesan makanan, setelah kita selesai makan lalu kami pun diantar menuju kampung Waerebo oleh 1 orang guide yang akan membimbing kita. Banyak pengetahuan yang gw dapat tentang Waerebo ini dari guide kami yang bernama Pak Sebastian ini, yang paling menarik perhatian gw saat itu adalah waktu dia menjelaskan tentang sosok yang bernama pak Yori Antar dan ibu Tirto Utomo. Pak Yori Antar ini adalah orang Jakarta yang pada tahun 2008 pernah berkunjung ke Waerebo saat itu rumah adat atau biasa disebut mbaru niang di Waerebo hanya tersisa 4 buah rumah dari 7 rumah yang dibangun sejak dahulu, sedangkan 3 buah rumah sisanya telah habis dimakan usia, sedangkan ibu Tirto Utomo adalah seorang donatur yang akhirnnya membantu melestarikan dan menjaga salah satu kebudayaan Indonesia ini dengan membagun rumah-rumah adat di Waerebo. Yang hebatnya lagi pada tanggal 17 Agustus 2015 kemarin ternyata pak Yori datang untuk mengikuti upacara di Waerebo, keren men sumpah sayang gw kelewat sehari untuk bertemu dengan salah satu orang yang sangat berjasa terhadap kampung Waerebo ini. Oh ya dalam perjalanan menuju Kampung Waerebo ini mas Bagus begitu gw manggilnya tidak ikut, dia lebih memilih istirahat di homestay pak Blasius mungkin karna tidak enak badan karna waktu diperjalanan menuju Denge tadi dia sempet muntah-muntah dijalan ahaha *ngakak*. Cerita Perjanan Pak Yori Anwar Beserta Rombongan Menuju Kampung Waerebo Yang Hampir Punah
Harga Tahun 2015 di Wae Rebo
Replika Mbaru Niang (rumah adat waerebo)
 Start treking melewati SD Desa Denge
Kampung Waerebo ini berada diketinggian 1.100 mdpl sering juga disebut sebagai negeri diatas awan, terletak disebuah dusun terpencil di Desa Satarlenda, Keamatan Satarmese Barat, Kabupaten Mangarai Barat yang dapat ditempuh sekitar 4 jam dari Ruteng. Jalur Waerebo itu dimulai dari Denge - Waelomba (1j30m) - Pocoroko (1j30m) - Waerebo (1j) Di jalur treking kami berpas-pasan dengan salah satu penduduk Waerebo yang turun kebawah ingin menjual hasil tanamnya dengan badan tinggi kekar kulit coklat gelap muka sangar dia pun menyapa kami dengan lembut ah siyaal orang Flores memang begitu ramah, sopan dan selalu melemparkan senyum dengan tulus. Kalo gak percaya tunjukan sedikit senyuman kalian maka niscaya mereka akan memberikan senyumannya yang lebih lebar dari kalian, ada lagi kata orang Flores “sekali orang Flores menebarkan senyumannya, hilanglah wajah neraka mereka” wuuiii saluut gak tuh.
Jalur menuju Waerebo BERSIH TAK ADA SAMPAH!!
7 pesan masyarakat Waerebo
 Sekitar jam 16.15wita kita sampai Waerebo sudah terlihat rumah-rumah yang berbentuk kerucut itu, salah satu pesan yang sangat penting yang disampaikan oleh pak Sebastian ini adalah jangan mengambil gambar atau video Waerebo sebelum melakukan upacara adat penyambutan tamu bahkan ini pun tertulis didalam peraturan resmi wisata disana. Soal kepercayaan dan budaya adalah hak dasar setiap orang atau sekelompok orang, kita sebagai pengunjung atau pejalan ibarat seperti  “bertamu dirumah orang lain” hal yang mutlak kita harus lakukan yaitu dengan menghormati budaya dan tradisi sang “pemillik rumah” so respect to people wherever you go Tamu pun harus berhenti dahulu disebuah rumah pos terakhir untuk membunyikan bel dari bambu, bunyi bel tersebut menandakan bahwa ada orang asing atau tamu yang datang dan para penduduk lokal harap bersiap-siap untuk menyambutnya. 
Rumah Gadang tempat tinggal ketua adat Waerebo
Setelah sampai kami pun langsung masuk menuju rumah kerucut paling besar tersebut atau Rumah Gadang, rumah induk tempat tinggal ketua adat. Rumah adat Waerebo ini disebut juga dengan Mbaru Niang, rumah ini terdiri dari 5 tingkat nahlu dan masing-masing tingkat mempunyai fungsi sendiri, tingkat 1 yaitu “Lutur” yang ditempati untuk aktifitas dalam rumah kayak masak tidur dan ngobrol-ngbrol lah, tingkat 2 yaitu “Lobo” untuk menyimpan bahan makanan dan barang-barang lainnya, tingkat ke 3 yaitu “Lentar” untuk menyimpan benih seperti jagung, padi dan lain-lain, tingkat ke empat yaitu “lempa Rae” untuk stok cadangan makanan, tingkat ke 5 “Hekang Kode” digunakan untuk menyimpan langkar (anyaman dari bambu berbentuk persegi guna menyimpan sesajian buat leluhur), dalam 1 rumah Mbaru Niang ini dapat di isi oleh 6 kepala keluarga nahlu rame beneeer. Setelah selesai kami pun memberi uang kepada ketua adat sebagai simbol persembahan dan memberi uang kepada pengurus Waerebo karna kami ingin menginap Rp325.000/org buset berat banget ngeluarin dompet saat itu, lalu kami pun keluar untuk menikmati suasana Kampung Waerebo yang telah mendunia ini karna pada tahun  2012 Waerebo telah dinobatkan sebagai salah satu konservasi warisan budaya dari UNESCO Asia-Pasifik dan menjadi salah satu kandidat peraih Penghargaan Aga Khan untuk Arsitektur tahun 2013. Lalu kami pun masuk kerumah sebentar untuk mencicipi kopi Waerebo yang khas itu, “mama tolong kau buatkan kopi 1 untuk ku mama” karna gw orangnya hobi ngopi apalagi kopi ireng yaa gilaaaak ngopi teruuss laaaah ampe puuaaass mantaaffff ahaha.
Ketua Adat Kampung Waerebo Pak Alex dan Arya
Menumbuk Kopi Waerebo
Kegiatan Menjemur Biji Kopi 
            Kami membawa sedikit permen dan coklat untuk berbagi dengan anak-anak dikampung Waerebo ini, semua orang disana sangatlah ramah dan sederhana mereka juga sangat baik dan luar biasa menghargai para tamu. Berbicara dan berinteraksi bersama mereka semua disana bikin gw senang, bahagia, takjub, salut dan makin jatuh hati terhadap masyarakat di tanah Flores ini, “Happiness is only real when shared” Chirstopher McCandless. Gw pun ngobrol dengan salah satu pemuda Waerebo terus gw pun diajak menuju Rumah Taman Baca untuk menikmati panorama Waerebo dari ketinggian, lalu malam pun datang kami beristirahat tidur diatas anyaman rotan yang sangat nyaman.
Anak Waerebo
Rumah Taman Baca Waerebo
Sore di Kampung Waerebo
Makan Malam Bersama
Rabu, 19 Agustus
            *Uhuuk uhuuk uwek uwek cuih* gw pun terbangun karna kepulan asap yang dibuat para mama yang sedang memulai memasak, ya letak dapurnya berada ditengah rumah bukan dibelakang atau disamping wajar aja kalo batuk dan hati suka pedih eh mata suka pedih maksudnya. Dengan muka lusuh mata belekan ileran ingusan gw pun nyamperin mama “Mama kopi 1 boleh mama” pesen kopi lagi gw ahaha baru keluar buat nikmatin sunrise agak kesiangan si sekitar jam 06.00wita gw menuju spot sunrise yaitu Rumah Taman Baca yang diantar pemuda Waerebo kemarin sore.
Para Mama sedang masak
Berlagak sok kuat padahal maaah paling loyo :p ahaha @fildzaainunn
Setelah sarapan kami pun harus melakukan perjalanan kembali menuju destinasi selanjutnya yaitu Danau Kelimutu, kami mulai turun menuju Denge sekitar jam 10.15wita dtemani kembali oleh pak Sebastian. Diharapkan untuk memakai sepatu atau sandal gunung jangan kayak gw yang dari Jakarta cuman make sandal jepit ijo sualow *yaakumahapaatuh* gapapa deh kalo kata si Uga @goresanpejalan mah GGS Ganteng Ganteng Sualow ahaha het bolang. Sampai homestay pak Blasius kami pun langsung istirahat sejenak dan melihat kondisi kawan perjalanan kami yaitu mas Bagus, tak diduga tak disangka ternyata dia pulang duluan buseeet gak bilang-bilang itu orang disitu gw bukan kecewa apalagi kecowa tapi gw jadi ngerasa gak enak mungkin dia sakit lelah kecapean atau apa  karna gw akuin emang trip ini bener-bener menguras fisik kami. 
Meninggalkan Waerebo Yang Hangat Akan Kebersamaan
Bersama Pak Sebastian Guide Kami
Kami pun melanjutkan perjalanan ke Danau Kelimutu, disini mas Apid ternyata bilang tidak sanggup untuk mengemudi sendirian dari Denge terus Moni Danau Kelimutu kemudian pulang ke Labuan Bajo. Wajar si lantaran perjalanan yang sangatlah jauh, akhirnya dia pun meminta bantuan ke temannya yang ada di Ruteng sekalian berangkat dengan berat hati kami pun menyetujuinnya, kami pun berangkat dari Denge sekitar jam 15.30wita. Sesampainya di Ruteng kami pun bertemu dengan temannya mas Apid yaitu bang Airin begitu gw manggilnya langsung aja kami meminta tolong dan langsung nego harga untuk membantu membawa mobil mas Apid ini jadi kami ada 2 driver harga pun sepakat di Rp.500.000. Jalurnya gelap gulita hawa yang mencekam seperti menyelimuti jalur trans Flores ini setelah melewati Ruteng, dimobil kami malah diceritain yang serem-serem sama bang airin dan mas Apid buset baaaang ampuun apalagi deket jalur Danau Ranamese yang konon katanya pernah ada *tuuuuut**skip* kejadian yang menyeramkan munculnya sosok tubuh seseorang yang tanpa kepala, dan seorang kakek-kakek yang bila kita melihatnya setidaknya memberikan rokok atau kita tidak bisa lewat.

Mengejar Sunrise Di Danau Kelimutu