Minggu, 25 November 2012

kejujuran peran auditor

Menurut dari arikel yang saya baca,  Direktorat Jenderl pajak sendiri masih mengakui ternyata dalam praktiknya masih cukup banyak pegawai yang tidak displin dalam menjalankan tugasnya. Hal ini diungkapkan langsung oleh Dirjen Pajak, Fuad Rahmany. Digedung Komisi pemberantasan (KPK).
Tidak banyak juga terjadi pembelaan seperti akan berbenah diri dan memperbaiki sistem pelanggaran atau tindak kejahatan. Dan Dirjen Pajak sendiri pun mengakui bahwa lembaga itu rentan sekali terhadap kasus menyuap. Apalagi terhadap pegawai kecil sekalipun seperti AUDITOR.
Dan saya juga pernah membaca salah satu artikel yang memuat bahwa salah satu cara yang dilakukan untuk meminalisir tindak kejahatan tersebut adalah dengan menerapkan sistem Whistle Blowing. Yang dinyatakan sebagai bagian dari Reformasi Dirjen Pajak.
Lalu bagaimana dengan judul yang akan saya mau bahas, yaitu mengenai kejujuran auditor dalam mengaudit pajak?  Mari kita bahas terlebih dahulu peran auditor pajak.
Undang-undang negara menyebutkan, penerimaan negara termasuk dalam definisi keuangan Negara. Sehingga BPK memiliki hak dan kewenangan untuk melakukan pemeriksaan atas sektor  perpajakan. Dan harus diadakannya pembatasn ases data WP oleh pemerintah. Menginngat data WP yang best practice diperlakukan rahasia, maka BPK juga menyadari untuk menjamin kerahasiaan data wajib pajak untuk mengamankan pembayaran dari WP. Disinilah peran audit, dan hasil audit harus dilaporkan secara transparann kepada Stake holder (DPR) dan setelahnya dapat diakses oleh publik.
Contoh kasus dalam hal ini adalah sebagai berikut :
Daru hasil survey dan analisis yang dilakukan pejabat  pajak terdapat data laporan pembayaran pajak transaksi properti selama lima tahun di wilayah Jakarta Barat diketahui bahwa penggelapan pajak pada transaksi properti dilakukan dengan cara underreporting basis pajak.
Disamping itu penggelapan pajak juga dilakukan melalui kerjasama antar penjual dan pembeli (joint tax evasion). Sebesar 78,4 persen dari 13.421 data laporan pembayaran pajak di Jakarta Barat bagian Barat terindikasi penggelapan pajak. “Besaran penggelapan pajak berkisar 41,3 persen dari basis pajak.
kecenderungan penggelapan pajak terjadi karena pelaku mengetahui risiko terungkapnya kasus kecil. Meskipun peluang terdeteksinya tindakan penggelapan relatif sangat rendah, namun tidak semua wajib pajak memanfaatkan kondisi ini. “Dari penelitian ini tercatat sekitar 21,6 persen wajib pajak membayar secara relatif jujur, meskipun tidak sepenuhnya jujur.
Dalam UU No 15 tahun 2004 telah diatur sanksi yang tegas atas pemeriksaan BPK RI yang melanggar kode etik pemeriksaan, yakni “pemeriksaan harus bersikap jujur dan terbuka kepada entitas yang diperiksa oleh para pengguna laporan hasil pemeriksaan dalam melaksanakan pemeriksaannya dengan tetap memperhatikan batasan kerahasiaan yang dimuat dalam ketentuan peraturan perundangan-undangan. Pemeriksaan harus berhatu-hati dalam menggunakan informasi yang diperoleh selama melaksanakan pemeriksaan, pemeriksa tidak boleh menggunakan informasi tersebut diluar pelaksanaan pemeriksaan kecuali ditentukan lain”
Disini semua telah dibahas secara detail, tapi tetap saja terjadi tindak kejahatan yang dilakukan para pegawai dirjen pajak sekaligus bagian auditornya sendiri.
Lalu apakah tidak adalagi kejujuran lagi didunia ini? Dan setelahnya bagaimana nasib para masyarakat awam yang tidak mengetahui para tindak kejahatan dalam pajak ini.

(http://www.bisnis.com/articles/kasus-korupsi-pajak-ini-kata-dirjen-pajak-fuad-rahmany-soal-pegawainya
http://criskuntadi.blogspot.com/2009/02/pentingnya-audit-pajak.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar