Menurut dari arikel yang saya baca, Direktorat Jenderl pajak sendiri
masih mengakui ternyata dalam praktiknya masih cukup banyak pegawai
yang tidak displin dalam menjalankan tugasnya. Hal ini diungkapkan
langsung oleh Dirjen Pajak, Fuad Rahmany. Digedung Komisi pemberantasan
(KPK).
Tidak banyak juga terjadi pembelaan seperti akan berbenah diri dan
memperbaiki sistem pelanggaran atau tindak kejahatan. Dan Dirjen Pajak
sendiri pun mengakui bahwa lembaga itu rentan sekali terhadap kasus
menyuap. Apalagi terhadap pegawai kecil sekalipun seperti AUDITOR.
Dan saya juga pernah membaca salah satu artikel yang memuat bahwa
salah satu cara yang dilakukan untuk meminalisir tindak kejahatan
tersebut adalah dengan menerapkan sistem Whistle Blowing. Yang
dinyatakan sebagai bagian dari Reformasi Dirjen Pajak.
Lalu bagaimana dengan judul yang akan saya mau bahas, yaitu mengenai
kejujuran auditor dalam mengaudit pajak? Mari kita bahas terlebih
dahulu peran auditor pajak.
Undang-undang negara menyebutkan, penerimaan negara termasuk dalam
definisi keuangan Negara. Sehingga BPK memiliki hak dan kewenangan untuk
melakukan pemeriksaan atas sektor perpajakan. Dan harus diadakannya
pembatasn ases data WP oleh pemerintah. Menginngat data WP yang best
practice diperlakukan rahasia, maka BPK juga menyadari untuk menjamin
kerahasiaan data wajib pajak untuk mengamankan pembayaran dari WP.
Disinilah peran audit, dan hasil audit harus dilaporkan secara
transparann kepada Stake holder (DPR) dan setelahnya dapat diakses oleh
publik.
Contoh kasus dalam hal ini adalah sebagai berikut :
Daru hasil survey dan analisis yang dilakukan pejabat pajak terdapat
data laporan pembayaran pajak transaksi properti selama lima tahun di
wilayah Jakarta Barat diketahui bahwa penggelapan pajak pada transaksi
properti dilakukan dengan cara underreporting basis pajak.
Disamping itu penggelapan pajak juga dilakukan melalui kerjasama
antar penjual dan pembeli (joint tax evasion). Sebesar 78,4 persen dari
13.421 data laporan pembayaran pajak di Jakarta Barat bagian Barat
terindikasi penggelapan pajak. “Besaran penggelapan pajak berkisar 41,3
persen dari basis pajak.
kecenderungan penggelapan pajak terjadi karena pelaku mengetahui
risiko terungkapnya kasus kecil. Meskipun peluang terdeteksinya tindakan
penggelapan relatif sangat rendah, namun tidak semua wajib pajak
memanfaatkan kondisi ini. “Dari penelitian ini tercatat sekitar 21,6
persen wajib pajak membayar secara relatif jujur, meskipun tidak
sepenuhnya jujur.
Dalam UU No 15 tahun 2004 telah diatur sanksi yang tegas atas
pemeriksaan BPK RI yang melanggar kode etik pemeriksaan, yakni
“pemeriksaan harus bersikap jujur dan terbuka kepada entitas yang
diperiksa oleh para pengguna laporan hasil pemeriksaan dalam
melaksanakan pemeriksaannya dengan tetap memperhatikan batasan
kerahasiaan yang dimuat dalam ketentuan peraturan perundangan-undangan.
Pemeriksaan harus berhatu-hati dalam menggunakan informasi yang
diperoleh selama melaksanakan pemeriksaan, pemeriksa tidak boleh
menggunakan informasi tersebut diluar pelaksanaan pemeriksaan kecuali
ditentukan lain”
Disini semua telah dibahas secara detail, tapi tetap saja terjadi
tindak kejahatan yang dilakukan para pegawai dirjen pajak sekaligus
bagian auditornya sendiri.
Lalu apakah tidak adalagi kejujuran lagi didunia ini? Dan setelahnya
bagaimana nasib para masyarakat awam yang tidak mengetahui para tindak
kejahatan dalam pajak ini.
(http://www.bisnis.com/articles/kasus-korupsi-pajak-ini-kata-dirjen-pajak-fuad-rahmany-soal-pegawainya
http://criskuntadi.blogspot.com/2009/02/pentingnya-audit-pajak.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar